← Back to portfolio

Hantu dan Makhluk Astral, Dalam Perspektif Psikologi.

Hari itu Kamis malam, kamu sedang santai menyantap nasi padang sambil menonton televisi di kamar kosmu. Tiba-tiba, suara halilintar memecah konsentrasimu. Tak lama, semua menjadi gelap gulita. Tidak terlihat apa-apa, hanya seberkas cahaya yang mengintip dari jendela kamar yang terbuka sedikit.

            Pernah berada di situasi yang sama—atau semacamnya? Membayangkan keadaan gelap total (apalagi dengan perut kosong) di malam Jumat lumayan bikin bergidik ngeri. Belum lagi kalau ternyata hujan badai, gak bisa tuh yang namanya main dulu terus kembali ke kostan setelah listrik kembali dinyalakan.

Tapi tunggu, sebenernya, apa sih yang kita takutkan dari kegelapan?

When I was a little kid, I was really scared of the dark. But then I came to understand, dark just means the absence of photons in visible wavelength—400 to 700 nanometers. Then I thought, well it’s really silly to be afraid of lack of photons. Then I wasn’t afraid of the dark anymore after that.” –Elon Musk 

            Kebanyakan dari kita, akan langsung dengan lantang menjawab “hantu” dalam kepala. Kita tidak sendirian, kebanyakan budaya dari seluruh dunia juga masih percaya dengan keberadaanhantu. Kepercayaan bahwa roh orang yang sudah meninggal dapat tetap hidup bersama atau mengganggu kehidupan kita sudah ada sejak zaman dahulu, diceritakan melalui banyak media secara turun-temurun. Dari mulai kitab suci, sampai karya seni klasik seperti Macbeth karya William Shakespeare. Kepercayaan pada hantu atau roh halus merupakan salah satu bagian dari sistem kepercayaan yang lebih besar, yaitu Paranormal Belief. Sebut saja Near-death Experience,Life After Death, dan komunikasi spiritual.

            Kepercayaan terhadap roh halus telah memberikan efek yang cukup besar kepada kehidupan kita tanpa kita sadari. Siapa yang tidak tahu acara televisi berisi seseorang yang sedang kurang pekerjaan, ditempatkan di suatu gedung tua dan bau, ditemani topi proyek dan lilin yang bahkan tidak membantu menerangi ruangannya sedikit pun? Atau jangan lupa, aplikasi yang mengklaim dapat mendeteksi keberadaan roh halus di sekitar kita. Tak usah malu—saya pun pernah menjadi korban aplikasi-aplikasi nyeleneh tersebut.

The Scientific Approach of Ghost and Spiritual Being

            Para ilmuwan sains telah lama berusaha menguak kebenaran tentang keberadaan makhluk halus. Hanya saja, sepertinya rasa penasaran kita tidak akan terjawab dalam waktu dekat—atau bahkan selamanya. Pasalnya, ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam meneliti hal abstrak ini. Pertama, terlalu banyak variabel yang dapat diatribusikan sebagai tanda-tanda keberadaan hantu. Dimulai dari pintu yang menutup sendiri, meja dan kursi yang bergeser, kunci yang tiba-tiba menghilang (kita yang teledor, tapi arwah tetangga sebelah yang salah….), atau penampakan sosok yang sudah meninggal.

Dennis dan Michele Waskul (2016) dari Temple University menuliskan dalam buku “Ghostly Encounters: The Hauntings of Everyday Life” bahwa sebagian besar partisipan penelitiannya yang mengaku sudah pernah mengalami kejadian mistis, sebenarnya masih tidak dapat memastikan apakah benar hal yang mereka rasakan merupakan hasil pekerjaan makhluk halus yang usil atau bukan. Sesama partisipan bahkan gagal untuk menemukan persamaan dari kejadian yang mereka rasakan, sehingga tidak ada standar yang dapat digunakan untuk mengasumsikan bahwa makhluk halus benar-benar ada.

            Hal kedua yang menjadi penghambat para peneliti adalah, belum adanya definisi serta kesepakatan universal tentang apa itu, dan bagaimana wujud dari hantu. Banyak sekali perdebatan yang menyertai ini, seperti, apakah makhluk halus memiliki wujud dan dimensi, atau tidak? Jika makhluk halus adalah representasi dari jiwa manusia, bagaimana mereka bisa terlihat mengenakan pakaian, bahkan mengendarai mobil?

Psychological Adaptation to Danger

            Lalu, apakah sebenarnya perasaan takut yang kita rasakan terhadap hantu itu? Mengapa tubuh kita terasa lebih dingin, mudah berkeringat, jantung terasa berdetak lebih cepat, dan rasanya hanya ingin kabur? Mathias Clasen (2012) mengatakan bahwa seperti makhluk hidup lainnya, manusia dibekali kemampuan bertahan hidup, dan emosi merupakan salah satu yang memiliki peran besar.

              Emosi adalah sebuah sistem dalam tubuh kita yang salah satu fungsinya adalah untuk mengontrol tingkah laku, dan rasa takut serta anxiety merupakan salah satu cara manusia beradaptasi pada lingkungan yang berbahaya. Rasa takut terhadap makhluk halus menyebabkan perubahan pada tubuh kita, dimana mekanismenya hampir sama dengan ketika nenek moyang kita dihadapkan dengan macan tutul di dekat goa tempat tinggal mereka.

         Walaupun tidak mengancam keselamatan fisis kita, kita tetap merasa takut terhadap keberadaan makhluk halus—berteriak dan melompat karena melihat bayangan dirasa lebih aman dibandingkan hanya duduk dan diam saja. Proses evolusi yang panjang menjadikan kita makhluk yang senantiasa mencari bahaya dari lingkungan sekitar kita. Manusia cenderung merasakan takut terhadap hal yang serupa, sesederhana karena kita memiliki dasar konstruksi pikiran yang sama.

“What scares me is what scares you. We’re all afraid of the same things. That’s why horror is such a powerful genre.” –John Carpenter, a horror film-maker

            Sayang sekali, pertanyaan ada atau tidaknya makhluk halus masih belum bisa menemukan jawaban. Banyak hal yang dapat menjadikan seseorang percaya bahwa makhluk halus itu ada, salah satunya pengalaman pribadi—seperti teman khayalan di masa kecil yang kembali menghantui ketika dewasa, atau pengalaman tidak menyenangkan di rumah hantu buatan tempat-tempat pariwisata.

            Jika benar makhluk hidup ada dan tinggal di sekitar kita, seharusnya kehadirannya dapat diukur oleh para peneliti melalui eksperimen yang terkontrol—bukan oleh paranormal yang mengklaim dapat merasakan kehadiran makhluk halus di gedung tua hanya karena mencium bau melati.

            Namun, pada akhirnya, berburu hantu bukan tentang mencari dan mengumpulkan bukti-bukti. Memburu (cerita-cerita) hantu merupakan salah satu cara untuk bersenang-senang dengan kerabat, berbagi pengalaman satu sama lain. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa, kebanyakan dari kita sangat suka mendengarkan cerita horror, atau menertawakan teman yang tengah setengah mati ketakutan.

Kalau yang sedang duduk di belakangmu, kira-kira percaya gak ya?