← Back to portfolio

Menggali Sejarah dan Proses Kreatif Rebellionik.

Dalam karya-karyanya, ia menyajikan perspektif yang berbeda pada hal-hal yang dianggap biasa. Rebel yang menjadi identitasnya tidak lantas menjadikan karyanya pretensius. Lalu, apakah, dan siapakah Rebellionik itu?

Rony ‘Rebellionik’ Rahardian—akrab disapa Onik, telah memberikan sentuhan warna baru pada skena seni lokal melalui karya-karyanya yang kaya akan warna-warna mencolok. Onik mendeskripsikan karyanya sebagai perpaduan dari kemampuan desain dan teknik arsitektural yang ia miliki. Sesaat setelah menempuh pendidikan arsitektur, Onik sempat mencoba bekerja formal menjadi seorang arsitek. Awal mula perlawanan arusnya dimulai ketika ia memilih berhenti bekerja di bidang arsitektur dan memulai usaha fotografinya sendiri. Ia memilih menjadi fotografer—dan darisana lah dasar pengetahuan dan kemampuan Onik tentang seni fotografi berkembang. Onik semakin memperlihatkan bahwa nama Rebel yang dimilikinya bukan tanpa arti. Ia mendobrak stigma bahwa pendidikan arsitektur wajib mengabdi secara formal dan bahwa seorang fotografer hanya mampu berkreasi sebatas bidang dua dimensi.

Di tengah menjamurnya karya-karya seni, bagaimana kita dapat membedakan karya seni milik Onik dengan karya seniman lainnya? Melalui warna-warna yang berani dan seolah berpendaran menyala-nyala. Warna-warna ini merupakan hasil dari penggunaan spektrum warna ultraviolet sebagai pencahayaan dasar di setiap proses pembuatan karya. Awal mula ketertarikan Onik terhadap sinar UV dimulai pada tahun 2003, ketika ia secara tidak sengaja berkenalan dengan sinar UV di sebuah pementasan seni. Namun, baru pada tahun 2008 Onik mulai berkreasi dan mencoba mengekplorasi sinar UV dengan lebih serius.

Karya Onik dan Kedekatannya dengan Sinar UV—Serta Miskonsepsi Awam hingga Penikmat Seni

Karya seni visual yang menggunakan sinar UV pertama kali dipakai pada akhir abad ke-19, pada sebuah foto bunga yang mampu menginduksi dan “memantulkan” kembali sinar UV alami yang terpancar dari matahari. Mendapatkan popularitas sejak tahun 1970-an, fotografi seni rupa belum melihat banyak karya seni yang dihasilkan melalui teknik induksi sinar UV. Mungkin karena sifatnya yang tidak terduga dan terlalu eksperimental. Berbeda dengan seni lukis, baru-baru ini, seorang konservator seni bernama Emily Macdonald-Korth menemukan jejak tinta yang sensitif terhadap pancaran sinar UV pada lukisan berjudul “Untitled” (1981) milik Jean-Michel Basquiat.

Ketidakpastian dan kerumitan peralatan mungkin menjadi alasan kuat dari rendahnya jumlah seniman yang menggunakan sinar UV sebagai bahan utama karya seninya. Onik sendiri mengaku bahwa ia tidak memiliki referensi nama secara khusus yang menjadi inspirasinya. Motivasinya selalu muncul melalui eksplorasi dan proses trial & error yang tidak mengenal batasan.

Onik merasa, karya-karyanya yang menggunakan sinar UV sangat menggambarkan diri dan perspektifnya yang seringkali tidak selaras dengan nilai-nilai konvensional. Ia membangun dunianya sendiri yang dipenuhi dengan warna-warna menyala, dunia Ultraviolla. Nama Ultraviolla sendiri tercetus pertama kali pada tahun 2014, untuk sebuah exhibition yang menampilkan karya Onik.

“Nama Ultraviolla merepresentasikan warna-warna vibrant yang seksi. Jika Ultraviolla diibaratkan sebagai seorang wanita, maka ia adalah satu yang sangat cantik.”

Sejak saat itu, Ultraviolla dikenal menjadi identitas karya Rebellionik. Ultraviolla menunjukkan kepada kita bahwa, ketika kamu mematikan dunia-mu, dunia Rebellionik akan menyala.” Hal ini dapat dibenarkan secara harfiah; karena cahaya yang dapat tertangkap mata manusia meliputi wilayah spectral dari 400nm hingga 750nm, sedangkan panjang gelombang spektrum UV yang hanya 1-400 nm, menjadikannya selalu beroposisi dengan dengan cahaya.

Lalu, bagaimana Onik dapat menciptakan karya seninya jika mustahil bagi mata manusia untuk menangkap spektrum dari sinar UV?

Terdapat dua teknik yang dapat digunakan dalam ultraviolet photography; yaitu merefleksikan sinar UV (reflected UV) atau menggunakan objek yang dapat menginduksi sinar UV (ultraviolet induced fluorescence). Onik menggunakan teknik yang kedua, yaitu menggunakan objek-objek yang ditemukannya dapat menginduksi dan mengemisikan sinar ultraviolet.

“Banyak yang bilang kalau karya gue ini karya glow in the dark. Padahal itu salah besar. Karya gue kalau gelap ya gelap aja, gak mengeluarkan cahaya apa-apa.”

Warna-warna neon yang berpendaran seolah membuat karya milik Onik menyala dalam kegelapan—sebuah miskonsepsi yang telah mendarah daging. Sebuah objek dapat dikatakan glow-in-the-dark apabila dalam kegelapan ia masih dapat memancarkan cahaya—sebuah proses yang bernama luminescence—dan menjadi sumber cahaya itu sendiri. Objek yang digunakan oleh Onik bukanlah benda yang dapat memancarkan cahaya di dalam gelap, objek tersebut “hanya” menerima cahaya UV dan memancarkannya kembali—sebuah proses yang bernama fluorescence. Kesan gelap yang tercipta pada karyanya ada karena sifat sinar UV yang oposisional pada cahaya-cahaya terang. Tidak semua warna dapat menginduksi cahaya UV, sehingga pilihan Onik pun menjadi terbatas. Kemampuan kreatifnya diuji disana, namun sekaligus menjadi nilai tambahan atas karya-karyanya.

Selain karena kedekatannya dengan sinar UV, kecintaan Onik pada teknologi dan hal-hal yang berbau futuristik, menjadikan karya-karyanya penuh dengan sentuhan warna-warna dystopia. Dengan warna-warna neon yang bercahaya, karya milik Onik menjadi jendela menuju masa depan bagi penikmatnya.

Kolaborasi dengan tokyobike: Menjadi Juxtaposition.

Karya seni Onik sangat jauh dari kesan sederhana dan minimalis. Menurut Onik, kehadirannya pada kolaborasi Superimpose yang dilakukan dengan tokyobike dan Albertus Prawata akan menjadi sebuah juxtaposition. Juxtaposition merupakan penggabungan atau peletakkan dua elemen yang sangat berbeda di dalam sebuah karya, untuk menciptakan makna baru. Karya Onik yang luwes dan identik dengan warna-warna kontras, hadir sebagai sebuah elemen menonjol yang melengkapi karya Studio ArsitektropiS yang cenderung lebih kaku, minimalis, dan teknikal.

“Karya gue menggambarkan transformasi. Dua orang yang mengalami proses, dan bertransformasi. Menjadi sesuatu yang wajar diantara yang gak wajar. Menjadi sebuah juxtapose.”

Meskipun terkesan rumit, Onik berpesan bahwa setiap karya yang diciptakannya selalu memiliki output sebagai visual candy. Diciptakan dengan tujuan menghibur siapapun yang akan menikmatinya.

“Karya gue bisa dinikmati sambil santai kayak makan permen, gak perlu mikir kok untuk mengerti karya gue. Gue pengen ketika orang melihat karya gue, di kepala mereka langsung terlintas oh ini keren, oh ini lucu, oh ini menarik. Tapi, ketika lo tertarik untuk berdiskusi mengenai konten karya gue secara lebih mendalam, gue bisa jelasin semaleman suntuk,” jelas Onik.

Jadi, jika kamu tertarik dengan dunia Ultraviolla, mari berkenalan dengan Rebellionik.