← Back to portfolio

Music Review: Album Multiverses oleh .Feast; Merasakan Multisemesta.

Adalah Multiverses—atau Multisemesta, yang mana yang kaurasa lebih bermakna, tajuk dari album yang telah dirilis oleh grup musik .Feast

Grup musik yang telah melewati 3 tahun proses kreatif penggarapan album perdananya, kini siap menggemakan dengan lantang ayat-ayat ciptaan mereka.


Baskara (Vokal), Awan (Bass), Dicky (Gitar), Adnan (Gitar), dan Bodat (Drum) mengajak musisi-musisi lokal untuk ikut berkontribusi sebagai kolaborator di dalam album ini. Di dalamnya, dapat ditemukan nama-nama yang sudah tidak asing; seperti Karaeng Adjie (Polka Wars), Bam Mastro (Elephant Kind), Haikal Azizi (Sigmun), dan juga Oscar Lolang.

Perjalananmu akan dimulai dengan Riphunter—siapa yang mengira? Berkolaborasi dengan 3 pemusik dengan tangan (dan suara) emas, sebut saja Mardial, Ramengvrl dan Bam Mastro, lagu pembuka ini seolah menjadi hadiah yang menyenangkan, sekaligus mengagetkan. Bagaimana tidak? Setelah bermain musik disana-sini untuk waktu yang tidak bisa dibilang sebentar, .Feast mengidentifikasi diri mereka sebagai sebuah band yang mengusung genre stoner-rock. Riphunter mematahkan setiap branding yang telah diciptakan .Feast. Fast-paced, pembawaan lagu yang (hampir) full rap. Sebuah lagu yang tidak pernah terbayangkan dapat dikomposisi oleh .Feast—pun dipilih menjadi pintu gerbang menuju multisemesta.

Kemudian sampailah kita ke pelataran Wives of Gojira—lagu yang memberi kesan familiar ini sengaja diletakkan setelah Riphunter. Digarap berama musisi Janitra Satriani, Wives of Gojira menjadi medium yang mengantarkan kita kembali menuju Feast era camkan.

Satu yang tidak boleh dilupakan, Monolog sang pencerita yang bertutur tentang malam dimana ia bertemu dengan Tuhan, secara sengaja dijadikan transisi di setiap lagu. Monolog ini rasanya terlalu brilian untuk sekedar dianggap menjadi hiasan.

Namun untuk sebuah grup band yang belum lama terbentuk, Multiverses memiliki materi yang cukup, atau bahkan bagi sebagian, terlalu berani. Konten yang hendak disampaikan agaknya sedikit idealis; walau .Feast berhasil mengemasnya menjadi pesan yang cukup mampu membuat kita mengernyitkan dahi. 

Menyingkirkan perkara substansi, dari segi teknis, keputusan menjadikan lagu-lagu di Multiverses sebagai sebuah kesatuan adalah langkah yang cemerlang namun beresiko pula—album ini tidak akan terasa sama jika dimainkan secara acak.
Terlalu banyak kejutan yang terselip dan terpajang di album ini, baik dari segi komposisi musik hingga penulisan lirik. Percayalah, saya tidak mengada-ada ketika beranggapan bahwa Multiverses memiliki lagu dengan lirik-lirik yang sungguh (akan) mengguncang. 

Multiverses bukanlah bentuk pemberontakan, bagi saya ia diciptakan untuk mengusik jiwa yang sudah terlalu lama diam. Menggemakan suara yang telah lama bungkam. Memanggil sadar yang telah lama tidur. 

Album ini dibuat untuk identitas-identitas yang merasa tertindas, yang merasa gerak-geriknya terbatas. Album ini diciptakan untuk siapapun yang dipaksa hidup defensif karena berada di lingkungan yang begitu represif. 

Siapapun kamu, yang merasakan hal yang sama, Multiverses tercipta untukmu. Musiknya menggambarkan kebebasan, liriknya memberikan kekuatan. 

Tapi jangan lupa, kita masih manusia yang perlu massa untuk bersuara.

Dan album ini adalah media, adalah toa, adalah pertanda, adalahajakan, adalah keberanian, adalah bentuk kesadaran. 

Multiverses adalah suara, dan representasi kita.
8.7/10


Foto oleh Alita Dantrie.